Kamis, 07 Maret 2013

UNEG - UNEG PPAI

( Tulisan ini pernah nongkrong di majalah An Nuur sekitar bulan Oktober 2009, mudah-mudahan tidak kedaluwarsa.)
          Jika Saya Perhatikan semua kegiatan peningkatan  atau pengendalian mutu   pendidikan baik yang sifatnya penataran, diklat, worksoup bahkan sertifikasi  hanyalah menitikberatkan pada perangkat keras, jarang sekali mengarah pada perangkat lunak atau soufwer. { istilah saya dalam masalah ini yang tujuannya hanya untuk memudahkan saya saja, bukan untuk orang lain, maaf… PPAI yang ahli tidur }
          Maksud saya perangkat keras adalah menitikberatkan pada : perangkat pembelajaran, berbagai macam metode, administrasi pendidikan, yang semuanya adalah merupakan peningkatan secara fisik makanya sering disebut bukti fisik.
          Sedang yang saya maksud dengan perangkat lunak adalah lebih menitik beratkan pada kemampuan keilmuan pribadi.
          Supaya lebih jelas perlu saya paparkan lebih spesifik, berikut ini :
          Untuk guru umum, misalnya : guru bahasa Indonesia, ekonomi, sejarah dsb, saya kira tidak begitu ada masalah, namun bagi guru agama akan menjadi masalah  besar, bahkan dapat merusak eksistensi dari pendidikan agama itu sendiri. Dalam hal ini yang kami maksudkan adalah guru agama yang tidak dapat membaca al Qur’an dengan baik, bagaimana mungkin ia dapat memberikan contoh bacaan yang baik dan benar, lha wong ia tidak bisa mengaji, maka yang  akan terjadi adalah pengrusakan arti, kalau sudah terjadi pengrusakan arti berarti akan merusak isi kandungan ayat, misalnya saja : guru tersebut menyuruh muridnya, “ anak - anak tulislah surat al FATEKAH, ini kan salah… apa artinya al fatekah, padahal yang benar adalah al FATIHAH, misalnya lagi kalimat kholifah, jika lam nya dibaca panjang maka artinya adalah pengganti Allah dimuka bumi, namun apabila lam nya dibaca pendek artinya menjadi sangat jauh yaitu unta hamil. Lha kalau terjadi demikian apakah tujuan pendidikan akan sampai ?
          Padahal fakta membuktikan, bahwa banyak guru – guru agama kita baik yang PNS atau swasta tidak dapat membaca al Qur’an dengan baik. Yang menjadi pertanyaan besar bagi saya adalah bagaimana cara mereka menyampaikan materi pembelajaran yang didalamnya terdapat  ayat-ayat al Qur’an, misalnya surat al kafirun, padahal pada silabus tujuan pembelajarannya adalah murid dapat membaca surat al kafirun dengan baik dan benar, yang dimaksud baik dan benar adalah sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, kenyataannya guru tersebut sama sekali tidak faham terhadap ilmu tajwid.
          Uneg uneg saya hingga sekarang adalah apakah peningkatan kwalitas guru agama khususnya dalam bidang baca tulis al Qur ‘an itu bukan wewenang sekaligus kwajiban PPAI.



PPAI AHLU AL-NAUM

Gus Iful

Tidak ada komentar:

Posting Komentar